Selasa, 19 November 2013

Pendidikan

PENDIDIKAN
A.    Pengertian Pendidikan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, tentang Pengertian Pendidikan , yang berasal dari kata "didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan membe1ri latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Pengertian pendidikan, menurut para ahli :
1.   Prof. Herman H. Horn
Pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisk dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia.
2.    M.J. Langeveld
Pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
3.   Prof. Dr. John Dewey
Pendidikan adalah suatu proses pengalaman. Karena kehidupan adalah pertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah proses menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di dalam perkembangan seseorang.
4.   Prof. H. Mahmud Yunus
Pendidikan adalah usaha-usaha yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak dengan tujuan peningkatan keilmuan, jasmani dan akhlak sehingga secara bertahap dapat mengantarkan si anak kepada tujuannya yang paling tinggi. Agar si anak hidup bahagia, serta seluruh apa yang dilakukanya menjadi bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
5.   Ki Hajar Dewantara
Pendidik adalah segala daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Landasan yuridis atau hukum pendidikan dapat diartikan seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak atau acuan (bersifat material, dan bersifat konseptual) dalam rangka praktek pendidikan dan studi pendidikan. Jadi, landasan hukum pendidikan adalah dasar atau fondasi perundang-undangan yang menjadi pijakan dan pegangan dalam pelaksanaan pendidikan di suatu negara.
Tiap-tiap negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Landasan yuridis pendidikan Indonesia juga mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan di Indonesia, yang meliputi :
  • Pembukaan UUD 1945
  • UUD 1945 sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Indonesia.
  • Pancasila sebagai Landasan Idiil Sistem Pendidikan Indonesia.
  • Ketetapan MPR sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional
  • Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional
  • Keputusan Presiden sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
  • Keputusan Menteri sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
  • Instruksi Menteri sebagai Landasan yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
B. Undang-Undang dan Peraturan Pendidikan
            1. Undang-Undang Pendidikan
a.       Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Pada Pembukaan UUD 1945 yang menjadi landasan hukum pendidikan terdapat pada Alinea Keempat.
b.      Pendidikan menurut Undang-Undang 1945
Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan Bab XIII yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang kewajiban negara dalam pendidikan. Pasal 32 berisi tendang kebudayaan. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain.
c.       Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
Undang-undang ini memuat 59 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , hak-hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, satuan jalur dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, hari belajar dan libur sekolah, bahasa pengantar, penilaian, peran serta masyarakat, badan pertimbangan pendidikan nasional, pengelolaan, pengawasan, ketentuan lain-lain, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
d.      Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan     Nasional
Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
e.       Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
f.       Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Undang-undang ini memuat 97 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan, Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
 2.  Peraturan Pendidikan
  • Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
  • Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 Tentang Status Pendidikan Pancasila dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat nasional
    • Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
    • Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan
    • Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksana Peraturan Menteri No. 22 dan No. 23
    • Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Kepala Sekolah
    • Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007 dan Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Guru
    • Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan
    • Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian
    • Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 dan Permen Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana.
    • Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses
    • Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Standar Isi
    • Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2008 Tentang TU
    • Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Perpustakaan
    • Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Laboratorium
    • Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kesiswaan
    • Keputusan Menteri No. 3 Tahun 2003 Tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan
    • Keputusan Menteri No. 34/ U/03 Tentang Pengangkatan Guru Bantu
Implikasi Landasan Hukum Pendidikan di Indonesia
    Sebagai implikasi dari landasan hukum pendidikan, maka pengembangan konsep pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut :
  1. Ada perbedaan yang jelas antara pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
  2. Pendidikan profesional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan satu teori, tetapi juga mempelajari cara membina tenaga pembantu dan mengusahakan alat-alat bekerja
  3. Sebagai konsekuensi dari beragamnya kemampuan dan minat siswa serta dibutuhkannya tenaga kerja menengah yang banyak, maka perlu diciptakan berbagai ragam sekolah kejuruan.
  4. Untuk merealisasikan terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya maka perlu perhatian yang sama terhadap pengembangan afektif, kognitif dan psikomotor pada semua tingkat pendidikan.
  5. Pendidikan humaniora perlu lebih menekankan pada pelaksanaan dalam kehidupan seharí-hari agar pembudayaan nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah dicapai.
  6. Isi kurikulum mulok agar disesuaikan dengan norma-norma, alat, contoh dan keterampilan yang dibutuhkan di daerah setempat.
  7. Perlu diselenggarakan suatu kegiatan badan kerjasama antara sekolah masyarakat dan orang tua untuk menampung aspirasi, mengawasi pelaksanaan pendidikan, untuk kemajuan di bidang pendidikan.
Landasan hukum pendidikan merupakan seperangkat peraturan dan perundang-undangan yang menjadi panduan pokok dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia. Peraturan yang satu dan yang lain seharusnya saling melengkapi. Permasalahan yang saat ini terjadi adalah perundangan dan peraturan yang ada belum sepenuhnya terlaksana dengan baik.
Pada batang tubuh UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : “Tiap – tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Pada kenyataannya masih banyak warga negara baik dari kelompok masyarakat miskin, daerah tertinggal dan sebagainya yang belum mendapatkan pengajaran seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut.
Pada UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 4 ayat 2 berbunyi : “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Namun dalam kenyataanya sebagian penyelenggaraan pendidikan belum sesuai dengan peraturan tersebut. Penyelenggaraan pendidikan masih saja bersifat diskriminatif dan tidak menjunjung hak asasi manusia. Misalnya dalam penyelenggaraan pendidikan di RSBI dengan pelajarannya yang begitu padat siswa kehilangan hak-haknya untuk bermain, serta diskriminatif karena hanya siswa yang pandai dan mampu saja yang bisa menempuh pendidikan disana.
Kita akan masih banyak menemukan beberapa undang-undang yang belum mencapai tujuannya, karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, tentu tidak mudah mencapai semua tujuan dengan singkat dan cepat. Tercapainya tujuan pendidikan membutuhkan dukungan positif dari pendukung segala aspek masyarakat, penyelenggara pendidikan dan pemerintah. Maka penyelenggaraan pendidikan yang baik adalah sesuai dengan landasan-landasan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang berlandaskan hukum akan menjadikan penyelenggaraan pendidikan terarah, teratur dan sesuai dengan akar kebudayaan nasional.
B.     Situasi Pendidikan
        Situasi Hubungan sosial yang menjadi situasi pendidikan

Yang mempengaruhi situasi pendidikan adalah :
1.      Peserta didik
Peserta didik adalah manusia yang sepenuhnya memeiliki HMM dengan segenap kandungannya. Peserta didik dengan HMM-nya ini berhak hidup sesuai dengan HMM-nya dan perlu diperkembangkan melalui pendidikan. Dengan kata lain, pendidikanlah yang akan mengembangkan HMM peserta didik sehingga peserta didik menjadi apa yang disebut sebagai manusia seutuhnya.
2.      Pendidik
Seperti peserta didik, pendidik adalah manusia yang sepenuhnya memiliki HMM dengan segenap kandungannya. Pendidik dengan HMM-nya berhak hidup sesuai dengan HMM-nya, dan perlu bekerja, dalam hal ini sebagai pendidik, yang harus melayani pengembangan HMM peserta didik. Dalam diri pendidik HMM pendidik itu secara relatif telah lebih berkembang dibandingkan perkemabangan HMM peserta didik.
3.      Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah hendak dicapai demi terwujudnya tujuan hidup manusia, yaitu hidup berkembangnya secara optimal hakikat manusia dengan dimensi kemanusiaan dan pancadaya. Tujuan pendidikan mengarah kepada pembentukan manusia yang berkehidupan takwa kepada Tuhan yang  Maha Kuasa, sesuai dengan keindahan, kesempurnaan, ketinggian derajatnya, menguasai dan memelihara alam tempat tinggalnya, dan terpenuhi hak-hak asasinya. Peri kehidupan seperti itu sesuai dengan tuntutan dimensi-dimensi kefitrahan, keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan manusia. Dalam pada itu, perikehidupan demikian dapat diperoleh melalui dapat dikembangkannya daya taqwwa, cipta, rasa, karsa, dan karya setiap individu. Dengan kata lain tujuan pendidikan, dari pangkal yang paling mendasar sampai denga jabarannya yang paling operasional haruslah mengacu kepada perkembangan unsur-unsur hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya.
4.      Materi pembelajaran
Segala sesuatu yang disampaikan pendidik kepada peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam usaha pendidikan yang diselenggarakan di keluarga, di sekolah, dan dimasyarakat, ada syarat utama dalam pemilihan materi pendidikan yaitu:
a. Materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan 
b. Materi harus sesuai dengan peserta didik

5.      Proses pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang dijalani oleh peserta didik dalam upaya mencapai tujuan pendidikan di satu sisi, dan di sisi lain merupakan kegiatan yang diupayakan oleh pendidik agar kegiatan tersebut berlangsung untuk sebesar-besarnya bermanfaat bagi pencapaian tujuaan pendidikan oleh peserta didik. Proses pemebelajaran ini berlangsung dalam interaksi antar kompoonen peserta didik dan pendidik dengan muatan tujuan pendidikan. Dalam interaksi ini pendidik menyikapi dan memperlakukan peserta didik sesuai dengan HMM yang melekat pada diri peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang tidak lain adalah upaya perwujudan HMM itu pada perikehidupan peserta didik. Dalam penyikapan dan perlakuan peserta didik itu, peserta didik berperilaku sesuai dengan dinamika HMM-nya yang sedang berkembang. Dalam proses pembelajaran terjadi “interaksi HMM” antar peserta didik dan pendidik.






Pilar Proses Pembelajaran :
 



























C.    Jenis-jenis pendidikan
1. Pendidikan Formal
Adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah dan bersifat resmi.
Ciri-ciri :
a.       Memiliki jenjang tertentu. Misal;TK,SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi.
b.      Ijazah yang diperoleh memiliki nilai. Misal untuk melanjutkan sekolah dan melamar pekerjaan.
c.       Mempunyai kurikulum.
d.      Sistemnya terstruktur.
2. Pendidikan Nonformal
    Adalah pendidikan yang berlangsung dimasyarakat.
    Ciri-ciri :
a.       bersifat resmi
b.       ada yang tidak bersifat resmi, misal ada orang yang dengan ikhlas mengajarkan anak-anak miskin/pengemis/pemulung untuk mengajar dan membagi ilmu.
c.       Bisa sebagai penunjang/membantu. Misal lembaga pendidikan, contohnya ada primagama, neutron, ugama, ganesha dll.
d.      Tidak memiliki jenjang tertentu.
e.       Dapat diikuti oleh segala usia
f.       Mendapatkan sertifikat, misal yang mengikuti kursus computer, maka akan mendapatkan sertifikat.
g.      Mendapat ijazah, misal yang mengikuti kejar paket (paket A, paket B, paket C).
3. Pendidikan Informal
Adalah pendidikan yang diberikan oleh orangtua dan masyarakat, yang mengutamakan nilai etika, moral dan norma.
    Ciri-ciri :
a.       bersifat tidak resmi.
b.       Biasanya berupa nasihat lisan dan perbuatan.
c.       Tidak terpaku pada jenjang tertentu.
d.      Tidak terpaku pada jenis pendidikan tertentu
D.     Macam – Macam Ilmu Pendidikan
Normatif, memiliki ciri – ciri dasar/aturan yang mendukung aturan – aturan dasar yang sudah baku. Contoh : melestarikan budaya bangsa melalui pembinaan budaya – budaya daerah yang bersifat positif.
1.      Deskriptif : menggambarkan seluruh peristiwa belajar dengan tepat/tidak dimanipulasi dari mulai siapa siswa, apa yang telah diajarkan sampai nilai yang diberikan harus betul – betul menggambarkan perolehan hasil belajar anak.
2.      Teoritis, mengkaji bidang keilmuannya secara luas (profesional) sampai hal – hal yang sekecil – kecilnya (atomistik).
3.      Praktis/terapan, teori – teori yang dikaji digunakan untuk melancarkan proses pendidikan.
E.     Masalah-masalah dalam pendidikan
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia, yaitu :
1.      Faktor Internal
Meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2.      Faktor Eksternal
Adalah masyarakat pada umumny. Dimana, masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di indonesia semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu :
1.      Rendahnya Kualitas sarana
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya
2.      Rendahnya kualitas guru
Keadaan guru di indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki keprofesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 33 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pemebelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pemebalajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan pengamdian masyarakat.
Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.
Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan kepada peserta didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar. Hali itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor  penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
3.      Rendahnya kesejahteraan guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedangang mie rebus, pedangang buku/ LKS, pedagang pulsa ponsel, dan lain-lainya.
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan Dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendaptkan penghasilan yang  pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/ atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya.
4.      Rendahnya prestasi belajar siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kulitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.
5.      Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan
Kurannya pemerataan pendidikan khususnya di dareah-daerah terpencil menjadi hal yang menyebabkan masalah dalam pendidikan yang mengakibatkan rendahya mutu pendidikan di Indonesia.

6.      Rendahnya revalansi pendidikan dengan kebutuhan
Dapat dilihat dari tingkat pengangguran di Indonesia semakin tahun semakin meningkat.
7.      Mahalnya Biaya pendidikan
Pendidikan mermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi membuat masyarakat tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.
F.     Solusi Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kulaitas  sarana fisik, rendahnya kulaitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi, yaitu :
1.      Solusi Sistematik
Yakni, solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaiatan dengan sistem ekonomi yang diterapkan.  Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
2.       Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikandi Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.



























Sumber :
Dra. Sri Martini Meilani, M.Pd. Penagntar Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta, 2011.

 Ihsan,H.Fuad. 2004.Dasar-dasar Kependidikan.Jakarta:Rineka Cipta

Prayitno. 2008. Dasar  Teori dan Praktis Pendidikan. Padang: UNP Press.

Tata Abdulah. 2004. Landasan dan Prinsip Pendidikan Umum (Makalah). Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI Bandung
Tirtarahardja,Umar,Sulo,La.2005.Pengantar Pendidikan.Jakartal;Rineka Cipta
UU No. 20 Tahun 2003 tentang SIKDIKNAS



















TUGAS  1
LANDASAN PROFESIONAL PENDIDIK


Dosen Mata Kuliah :
1.       Prof. Prayitno, M. Sc.
2.       Dr. Marjohan, M. Pd,Kons




Oleh :
Puji Gusri Handayani, S. Pd





PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KONSELOR (PPK-SM3T)
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar