BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Layanan bimbingan dan konseling baik itu di
pendidikan formal maupun pendidikan non formal mempunyai landasan hukum yang
kuat. Dalam undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahnun 2003 menyatakan bahwa “Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Sementara itu terkait dengan konseling adalah
pendidikan, maka pengertian konseling di dalamnya sepenuhnya terkandung segenap
makna dan unsur-unsur pendidikan sebagai mana didefenisikan di dalam
Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional, dapat dirumuskan sebagai berikut.
Menurut Prayitno (2013:74) mengatakan bahwa konseling adalah pelayanan bantuan
oleh tenaga profesional kepada seorang atau kelompok individu untuk
pengembangan kehidupan efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektif
sehari-hari yang terganggu dengan fokus pribadi yang mampu mengendalikan diri
melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam
proses pembelajaran.
Berhubungan dengan itu salah satu misi dari
bimbingan dan konseling adalah misi pengembangan, yaitu memfasilitasi
perkembangan individu di dalam satuan pendidikan formal, dan non formal,
keluarga, instansi, dunia usaha dan industri, serta kelembagaan masyarakat
lainnya kearah perkembangan optimal melalui strategi upaya pengembangan
individu, pengembangan lingkungan belajar, dan lingkungan lainnya, serta
kondisi tertentu sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat. Ini sesuai
dengan motto konselor yakni konselor di sekolah mantap, di luar sekolah
sigap, dan dimana-mana siap.
Di Amerika serikat, profesi konseling berada di
dalam dua organisasi profesi, yaitu AACD (American Assosiation for Counseling
and development) dan APA (America Psychological Assosiation) divisi 17 (Counseling
Psychology), yang kedua organisasi profesi itu mendefenisikan konseling sebagai
profesi dengan butir-butir pokok berikut (Glading, 1988) dalam Prayitno (2013:54)
:
·
Konseling bekerja dengan permasalahan
yang bersifat personal, sosial, vokasional, dan pendidikan
·
Konseling bekerja dengan hal-hal yang
bersifat normal
·
Konseling bekerja dalam kondisi yang
terstruktur
·
Konseling merupakan proses di mana klien
belajar bagaimana cara mengambil keputusan dan membangun cara-cara bertingkah
laku, merasa dan berfikir.
·
Konseling meliputi berbagai bidang
kekhususan seperti bidang persekolahan, keluarga, kesehatan mental,
rehabilitasi, dan karir.
Untuk mewujudkan itu semua, bimbingan dan konseling
mempunyai berbagai macam bidang pelayanan dengan berbagai setting. Diantaranya
bidang pengembangan pribadi, bidang pengembangan sosial, bidang pengembangan
karir, bidang pengembangan belajar, bidang pengembangan kehidupan berkeluarga,
bidang pengembangan kehidupan berpekerjaan, bidang pengembangan kehidupan
berkewarganegaraan, bidang pengembangan kehidupan pelayanan kehidupan
berkeagamaan dengan setting keluarga,
satuan pendidikan, lembaga kerja, lembaga sosial kemasyarakatan, setting
praktik privat.
B.
Tujuan
1. Agar
para konselor mempunyai WPKNS (wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan
sikap) pada masing-masing bidang pengembangan.
2. Agar
para konselor mampu mengembangkan kekereatifannya dalam berbagai setting
pelayanan bimbingan dan konseling
C.
Rumusan
masalah
1. Bidang
pelayanan
a. Bidang
pengembangan pribadi
b. Bidang
pengembangan sosial
c. Bidang
pengembangan karir
d. Bidang
pengembangan belajar
e. Bidang
pengembangan kehidupan berkeluarga
f. Bidang
pengembangan kehidupan berpekerjaan
g. Bidang
pengembangan kehidupan berkewarganegaraan
h. Bidang
pengembangan pelayanan kehidupan berkeagamaan
2. Setting
Pelayanan
a. Setting
keluarga
b. Setting
satuan pendidikan
c. Setting
lembaga kerja
d. Setting
kelembagaan sosial-kemasyarakatan
e. Setting
praktik privat
BAB
II
PEMBAHASAN
Pelayanan konseling dapat dan perlu
diselenggarakan dimana saja dan kapan saja, yang kesemuanya terfokus pada
pengembangan KES dan penanganan KES-T. Pada bab ini dikekemukakan pelayanan
konseling pada dua kategori aktivitas kehidupan, yaitu kategori kehidupan diri
individu dan kategori tatanan (setting) kehidupan tertentu. Kedua kategori
aktifitas kehidupan yang dimaksud itu memberikan fokus khusus, suasana dan
warna tersendiri dalam pelayanan konseling.
A.
Bidang
Pelayanan
Pada kategori aktivitas kehidupan diri
individu dapat diidentifikasi bidang-bidang pelayanan konseling berikut :
1. Bidang
pengembangan pribadi
Secara
urutan pengembangan pribadi ini mengacu kepada berkembangnya potensi dasar
yakni pancadaya (daya taqwa, daya cipta, daya rasa, daya karsa, daya karya) pada
diri individu: bagaimana supaya dapat beriman dan bertakwa, dapat menciptakan,
dapat merasa, dapat berprakarsa, dan dapat berkarya.
Selain
mengembangankan pancadaya pengembangan pribadi adalah terkembangnya dan
berdinamikanya BMB3 (berpikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggung
jawab). Prayitno (2013: 14) menyatakan bahwa pribadi manusia diibaratkan dengan
skema di bawah ini :
Otak
|
Hati
|
Energi
|
petunjuk
|
Potensi dasar
|
BMB3
|
Dalam
skema diatas otak terkait dalam berpikir, hati terkait dengan merasa, energi
terkait dengan karsa dan karya (bersikap & bertindak), petunjuk terkait
dengan bertanggung jawab.
Secara lebih terarah, bidang ini lebih
berorientasi pada bagaimana individu tersebut melakukan sendiri berbagai hal
untuk kehidupannya sendiri; dapat melayani diri sendiri; dapat menjadi pribadi
mandiri yang mampu mengembangkan KES dan menangani KES-T pada diri sendiri.
2. Bidang
pengembangan sosial
Bidang
pengembangan sosial berorientasi pada hubungan sosial. Yaitu hubungan individu
dengan orang-orang lain. Unsur-unsur komunikasi dan kebersamaan dalam arti yang
seluas-luasnya menjadi acuan pokok dalam bidang pengembangan sosial.
Menurut Dewa Ketut Sukardi (1993: 11) mengungkapkan
bahwa bimbingan sosial merupakan usaha bimbingan, dalam menghadapi dan
memecahkan masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik
dan pergaulan.
Sedangkan
menurut pendapat Abu Ahmadi (1991: 109) mengatakan
bahwa bimbingan sosial adalah,
seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat menghadapi sendiri
masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya, mengadakan penyesuaian
pribadi dan sosial, memilih kelompok sosial, memilih jenis-jenis kegiatan
sosial dan kegiatan rekreatif yang bernilai guna, serta berdaya upaya sendiri
dalam memecahkan masalah-masalah pribadi, rekreasi dan sosial yang dialaminya.
Inti
dari pengertian bimbingan sosial yang
dikemukakan oleh Abu Ahmadi adalah, bahwa bimbingan pribadi-sosial diberikan
kepada individu, agar mampu menghadapi dan memecahkan permasalahan
pribadi-sosialnya secara mandiri. Hal senada juga diungkapkan oleh Syamsu Yusuf
(2005: 11) yang mengungkapkan bahwa bimbingan pengmbangan sosial adalah
bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial.
Yang tergolong dalam masalah-masalah sosial-pribadi adalah masalah hubungan
dengan sesama teman, dengan dosen, serta staf, permasalahan sifat dan kemampuan
diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat
mereka tinggal dan penyelesaian konflik. Dari beberapa pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa bimbingan sosial merupakan
suatu bimbingan yang diberikan oleh seorang ahli kepada individu atau kelompok,
dalam membantu individu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah
pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan.
3. Bidang
pengembangan kegiatan belajar
Bidang ini lebih terfokus pada bagaimana individu
melakukan kegiatan belajar. Hal ini sangat penting terutama bagi individu-individu
yang sedang menjalani program pendidikan tertentu dengan tujuan diperolehnya
hasil belajar yang optimal dan dicapainya tujuan pendidikan dalam kategori
sukses.
Bimbingan belajar adalah layanan bimbingan yang diberikan pada siswa untuk
membentuk kebiasaan belajar yang baik, mengembangkan rasa ingin tahu dan
menumbuhkan motivasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.
Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat
mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu
berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar
adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah
ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan
pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses
belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang
dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat
beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1)
Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan
Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori
belajar alternatif konstruktivisme.
Secara lebih rinci contoh materi pokok bimbingan belajar antara lain :
·
Pemantapan sikap dan kebiasaan belajar secara efektif
dan efesien.
·
Pengembangan kemampuan membaca dan menulis (meringkas)
secara cepat.
·
Pemantapan penguasaan materi pelajaran sekolah berupa
remedial atau pengayaan
·
Pemahaman tentang pemanfaatan hasil teknologi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
·
Pemanfaatan kondisi sosial dan budaya bagi
pengembangan pengetahuan.
·
Pemahaman tentang pemanfaatan perpustakaan.
·
Orientasi
4. Bidang
pengembangan karir
Bidang pengembangan ini khusus, terfokus pada
pengenalan, pemilihan, persiapan, dan akhirnya sukses karir. Dengan pemahaman
bahwa semua orang harus bekerja, maka bidang pengembangan karir ini menjadi
sangat urgen dan perlu diselenggarakan sedini mungkin.
Menurut surtina (2013:139) mengatakan bahwa
pemahaman terhadap dunia kerja. Hal-hal yang menjadi permasalahan umum bagi
seseorang adalah kurangnya pemahaman untuk mengenal diri, yaitu mengetahui potensi
diri dan mewaspadai kelemahannya, kurangnya kesiapan mental untuk bersaing di
dunia kerja, kekurangtahuan tentang lingkup pekerjaan yang ada di pasar tenaga
kerja, serta pemahaman mengenai bagaimana strategi meniti karir mulai dari awal
karir sampai dengan bagaimana upaya untuk meraih puncak karir yang
dicita-citakan. Untuk itu, konseling karir dapat menjadi media bagi masyarakat
unutk berbagi mengenai masalah-masalah karir dan atau hal-hal yang terkait
karir.
Keempat bidang pelayanan tersebut diatas di
selenggarakan sejak sedini mungkin, yaitu pada jenjang pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar, dan menengah. Bidang-bidang pelayanan tersebut
terkembang terus dalam kehidupan individu dewasa. Disamping itu, dalam
kehidupan individu dewasa juga dikembangkan bidang pelayanan lebih jauh, yaitu
:
5. Bidang
pelayanan kehidupan berkeluarga
Bidang ini terfokus secara khusus dengan persiapan
dan keberlansungan kehidupan perkawinan beserta segenap kontektualnya.
Peristiwa pernikahan yang selanjutnya berkembang menjadi kehidupan berkeluarga
dalam arti luar menjadi bagian utama kehidupan manusia dewasa umumnya.
‘
6. Bidang
pelayanan kehidupan pekerjaan
Bekerja juga merupakan bagian utama manusia dewasa.
Apabila usia pendidikan dasar dan menengah individu mendapat kesempatan untuk
memperoleh pelayanan pengenalan, persiapan dan pemilihan karir, maka pada usia
dewasapun pelayanan bidang karir tetap tersedia, dengan fokus sukses bekerja.
Melalui kondisi sukses bekerja individu dewasa akan sejahtera dan bahagia.
7. Bidang
pelayanan kehidupan kewarganegaraan
Individu dewasa memiliki kewajiban, hak dan tanggung
jawab sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Aturan nilai, moral dan
perundangan menjadi hidup bersama bagi terpenuhinya kewajiban, hal dan tanggung
jawab yang dimaksudkan itu dalam kehidupan kewarganegaraan individu.
8. Bidang
pelayanan kehidupan berkeagamaan
Kehiduan beragama tidak hanya sekedar menampilkan
nuansa spiritual dan/ atau ritual keagamaan dalam kehidupan, melainkan
sepenuhnya mendasari aktivitas individu dalam semua bidang, bahkan sampai
menjangkau kehidupan di akhirat. Dalam hal ini sering dipertanyakan, bagaimana
posisi kehidupan beragama dalam pelayanan konseling untuk anak-anak pada tahap
perkembangan usia dini dan pendidikan dasar dan menengah. Untuk itu perlu
diketahui bahwa tanggung jawab atas arah dan aktifitas keagamaan anak pada
taraf perkembangan itu berada ditangan, bahkan
menjadi hak, orang tua mereka. Setelah anak menjadi dewasalah kehidupan beragama
menjadi hak dan tanggung jawab individu dewasa.
Pada kedelapan bidang aktivitas kehidupan itulah
pelayanan konseling digerakan oleh konselor. Pelayanan pada bidang yang satu
dapat terkait dengan pelayanan pada bidang-bidang lainnya, namun keterkaitan
seperti itu tidak selalu perlu menjadi penekanan. Arahan untuk kemandirian,
kesuksesan, dan perwujudan unsur-unsur HMM yang bermuara pada pengembangan KES
dan penanganan KES-T itulah yang selalu menjadi penekanan.
B.
Setting
kehidupan tempat layanan
Sangatlah keliru bila ada orang yang mengangggap
bahwa bidang gerak bimbingan dan konseling itu hanya sebatas sekolah saja.
Sebenarnya bimbingan konseling itu bisa bergerak diamana saja, baik disekolah
maupun di masyarakat yang lebih luas, termasuk dalam lingkungan keluarga.
Menurut Bimo Walgito (2010:20) mengatakan bahwa
dengan demikian dapat dikemukakan bahwa bimbingan dan konsling dapat berlansung
dalam lingkungan keluarga, sekolah, dam masyarakat yang lebih luas, misalnya
dalam lapangan industri, bidang ketentaraan, badan-badan sosial, dan lain-lain.
Tentu saja, masing-masing bidang ini akan membawa sifat dan corak yang berbeda.
Surtina (2013:123) mengatakan bahwa dalam rangka
membangun manusia indonesia yang seutuhnya sesuai dengan tujuan pembangunan
indonesia, pengembangan layanan bimbingan dan konseling bagi masyarakat
merupakan sarana dan wahana yang sangat baik untuk pembinaan sumber daya
manusia.
Menuru prayitno (2009:60) mengatakan bahwa bidang
gerak bimbingan dan konseling dapat berlansung diBidang-bidang pelayanan
tersebut di atas dapat terselenggara pada setting kehidupan tertentu.
Masing-masing setting kehidupan itu memberikan suasana dan ketentua tersendiri
yang perlu mendapatkan perhatian oleh konselor dalam menyelenggarakan
pelayanannya.
1. Setting
keluarga
Konselor dapat bekerja
dalam lingkungan kelaurga, dalam posisi :
a. Melaksanakan
pelayanan tertentu berkenaan fokus/materi layanan terbatas
b. Sebagai
konselor keluarga yang diserahi tugas/tanggung jawab menjaga kondisi KES-KES-T
anggota keluarga yang dimaksud. Konselor keluarga itu posisinya setara dengan
dokter keluarga.
Adapun menurut Sujarwo
dalam Surtina (2013:128) mengatakan bahwa adapun problem-problem keluarga,
akibat ridak berfungsinya keluarga yaitu problem seks, problem kesehatan,
problem ekonomi, problem pendidikan, problem pekerjaan, problem hubungan intern
dan antar keluarga. Problem tersebut harus segera ditangani agar terselesaikan
dan tidak menimbulkan dampak yang luar biasa yang berujung pada perceraian.
Menurut palmo, dkk dalam Prayitno dan Erman Amti
(1999:246) mengatakan bahwa segenap fungsi, jenis layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling pada dasarnya dapat diterapkan dengan memperhatikan
kesesuainya dengan masing-masing karakteristik anggota keluarga yang masih
memerlukan pelayanan itu. Khusus untuk anggota keluarga yang masih duduk dibangku
pendidikan formal, peran konselor sekolah amat besar, konselor sekolah justru diharapkan
agar menjembatani program bimbingan dan konseling di sekolah dengan kebutuhan
keluarga dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor sekolah hendaknya
mampu mensingkronisasikan secara harmonis pemenuhan kebutuhan anak di sekolah
dan dirumah pada satu segi; serta fungsi sekolah dan fungsi kelaurga terhadap
anak pada segi yang lain.
2. Setting
satuan pendidikan
Ini
sangat berkaitan dengan konselor adalah pendidik Belkin (1975) dan Efrod (2004)
dalam Prayitno (2013:61) menekankan bahwa pentingnya pelayanan konseling dengan
oriantasi persekolahan, pada awal tahun 1950-an telah dimulai tumbuh dalam
profesi konseling orientasi ke arah kegiatan belajar, sebagaimana yang ditulis
oleh Gustad (1953) yang dikutip oleh Mc Gowan & Schmidt (1962). Namun,
dalam setting konseling psikologikal yang pada waktu itu umum dianut, orientasi
belajar seperti, orientasi belajar seperti itu berkembang.
Konselor
dapat bekerja pada lembaga pendidikan, jalur pendidikan formal, yaitu
sekolah/madrasah dan perguruan tinggi, serta jalur pendidikan nonformal. Suasana
dari berbagai ketentuan kelembagaan pendidikan dalam jenis dan jengjangnya itu secara
langsung maupun tidak langsung maupun tidak mewarnai penyelenggaraan pelayanan
konseling terhadap peserta didik di masing-masing satuan pendidikan tempat
konselor bekerja.
Berbeda
lagi dengan kecendrungan di atas, profesi konseling di Indonesia sejak awalnya
memang terarahkan kepada pelayanan profesional di bidang pendidikan. Seluruh
upaya pengembangan bidang pelayanan yang sejak awalnya bernama Bimbingan dan
Penyuluhan (BP), kemudian menjadi Bimbingan dan Konseling (BK), sampai adanya
ussulan untuk digunakannya satu istilah saja, yaitu konseling.
Konselor
pada satuan pendidikan juga diperkuat dengan undang nomor 20 tahun 2003, pasal
6 ayat 1, yang menyatakan bahwa :
Pendidik
adalah tenaga yang kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Adapun
pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan, yaitu :
1. Pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling pada SD/MI/SDLB
2. Pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling pada SMP/MTs/SMPLB
3. Pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling pada SMA/MA/SMALB
Dalam
kelembagaan sekolah terdapat sejumlah bidang kegiatan dan bidang pelayanan
bimbingan dan konseling mempunyai kedudukan dan peranan yang khusus.
Dewasa
ini pelayanan BK pada satuan-satuan pendidikan dilaksanakan dalam kaitannya
dengan implementasi kurikulum 2013. Penetapan kurikulum baru ini mampu
menghasilkan insan indonesia yang produktif, inovatif, efektif, melalui
penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Dalam hal
ini, pelayanan BK merupakan merupakan bagian yang integral dalam pelaksanaan
kurikulum 2013 oleh satuan-satuan pendidikan dalam rangka memperkuat proses
pembelajaran yang benar-benar mengupayakan pengembangan potensi peserta didik
secara optimal termasuk di dalamnya peminatan peserta didik. Berkenaan dengan
peminatan ini pelayanan Bk secara lansung dan khusus menangani arah peminatan
peserta didik terkait dengan kompetensi dasar, bakat, minat, dan kecendrungan
pribadi, termasuk di dalamnya studi lanjutan, bagi masing-masing peserta didik
sehingga mereka akan dapat memperkembangkan diri pribadinya secara optimal.
3. Setting
lembaga kerja
Konselor
dapat bekerja pada kantor-kantor dinas pemerintahan, kantor perusahan swasta,
dan lembaga bisnis seperti pabrik, perusahaan, dan bahkan pada unit-unit
perdagangan tertentu, para pekerja dan pihak-pihak yang terkait dalam
kelembagaan itu disesuaikan dengan karekateristik dunia kerja yang dimaksud
dengan berbagai kontektualnya.
4. Setting
kelembagaan sosial-kemasyarakatan
Kelembagaan
seperti RT, RW, organisasi pemuda, olah raga, sosial dan politik, serta
organisasi kemasyarakatan lainnya dapan menjadi lahan bagi konselor untuk
mempraktikan pelayanan konseling. Lagi, karakteristik kelembangaan yang
dimaksud menjadi perhatian khusus konselor dalam melaksanakan pelayanannya.
5. Setting
praktik privat
Dalam
setiing ini konselor bekerja secara mandiri menegakan kemandirian pelayanan
konseling sebagai profesi. Praktik privat yang dimaksud yang dimaksudkan itu
tidak terikat oleh suasana dan aturan kelembagaan tertentu, kecuali suasana
dan/atau aturan kelembagaan yang dibawa atau melekat pada diri subjek yang
dilayani. Pada praktik privat inilah konselor menampilkan diri sebagai pemegang
mandat profesi yang sepenuhnya bertanggungjawab secara mandiri. Sebagai syarat
menjadi konselor adalah seseorang harus S1 bimbingan dan konseling di tambah
dengan PPK (Pendidikan Profesi Konselor).
Berkenaan
dengan program PPK, Dasar Standarisasi Profesi Konseling (DSPK) (2004)
menegaskan bahwa program PPK merupakan program spesialis 1 (Sp.1) yang
menghasilkan konselor umum. Kelanjutan program PPK sebagai program spesialis 1
ini adalah program spesialis (Sp.2) diselenggarakan untuk menyiapkan tenaga
praktisi dalam bidang konseling. Seperti halnya profesi dokter yang para
penyandang profesinya dapat/ berkewenang melaksanakan praktek mandiri atau
privat, maka para konselorpun memiliki kewenangan untuk berpraktik
mandiri/privat seperti itu, sebagaimana dinyatakan dalam DSPK : ....... profesi
konseling tidak lagi dibatasi hanya di sekolah, melainkan juga menjangkau
bidang-bidang di luar sekolah yang memberikan nuansa dan corak pada pendidikan
non formal dan pengembangan sumber daya manusia yang lebih sensitif, antisipatif,
proaktif, dan responsif terhadap perkembangan peserta didik dan warga
masyarakat.
Lebih jauh lagi, sebagaimana disebutkan di atas, lanjutan
program PPK Umum (Sp.1) adalah PPK spesialis (Sp.2). dalam hal ini spesialis
program PPK Sp.2 dapat terarah ke sejumlah kekhususan, seperti juga disebutkan
oleh Gladding (2012:terjemahan), yaitu kekhususan dalam berbagai bidang-bidang
seperti :
·
Karir
·
Perkawinan dan keluarga
·
Pendidikan dan persekolahan (dengan
berbagai jalur, jenjang, dan jenisnya)
·
Populasi khusus, seperti korban
kekerasan, bencana, penyanadang cacat, kesehatan mental, korban narkoba,
narapidana.
Trilogi
operasional pelayanan
Dalam
kaitan itu semua, pada setting dan bidang apapun konselor bekerja,
sesungguhnyalah arahan untuk kemandirian, kesuksesan, dan aktualisasi
unsur-unsur HMM yang terwujud di dalam pengembangan KES dan penanganan KES-T
subjek yang dilayani menjadi pegangan pokok konselor. Disini terlihat adanya
tiga komponen dalam setiap kegiatan pelayanan konseling, yaitu bidang
pelayanan, setting pelayanan, dan materi pelayanan yang berkenaan dengan
KES/KES-T. Ketiganya membentuk trilogi operasional pelayanan konseling, sebagai
berikut :
Operasionalisasi pelayanan konseling
|
Bidang Pelayanan Setting pelayanan
Semua bidang pelayanan bimbingan dan
konseling bisa diselenggrakan pada setting-setting pelayanan untuk mewujudkan
KES klien dan terhidar dari KES-T.
BAB III
PENUTUP
B.
Kesimpulan
Pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peranan
penting, baik bagi individu yang berada dalam lingkungan sekolah, rumah tangga
(kelaurga), maupun masyarakat pada umumnya.
C.
Saran
1. Agar
para konselor menambah lagi WPKNS nya dalam berbagai bidang pelayanan bimbingan
dan konseling
2. Agar
para konselor menambahkan pengalamannya untuk mengabdi bukannya hanya di
sekolah saja, tetapi juga di luar sekolah (dimana saja).
Daftar
Pustaka
Bimo Walgito. 2010. Bimbingan dan
Konseling (studi & karir). Yogyakarta: Andi.
Hibana Rahman. 2003.Bimbingan
dan konseling pola 17. UCY: Press Yogyakarta
Mamat Supriana. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis kompetensi.
Jakarta; Rajawali Pers
Prayitno., Amti, erman. 1999,
Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Rineka Cipta.
Prayitno. 2009. Wawasan
Profesional Konseling. Padang: UNP Press.
Prayitno. 2013. Konseling
Integritas. Padang: UNP Press.
Tawil. 1999. Dasar-dasar Bimbingan Konseling, Magelang, Universitas
Muhammadiyah Magelang,
Tim Penyusun. 2013. Kumpulan Naskah kurikulum 2013 dan Bimbingan dan
Konseling. Padang: UNP Press
Surtina. 2013. Bimbingan dan
Konseling. Yogyakarta: Andi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar